Selasa, 05 Maret 2013

Kebutuhan Dasar Selama Persalinan II



A.  Kebutuhan dasar selama persalinan
1.      Kebutuhan psikis dan emosional ibu
         Perasaan takut, cemas dan khawatir akan dirasakan ketika ibu akan mengalami persalinan. Perasaan takut dapat meningkatkan nyeri, otot-otot menjadi tegang dan ibu menjadi cepat lelah yang pada akhirnya akan menghambat proses persalinan. Bidan adalah orang yang diharapkan ibu sebagai pendamping persalinan yang dapat diandalkan serta mampu memberikan dukungan, bimbingan dan pertolongan persalinan.
      Bidan harus mampu memberikan perasaan kehadiran :
·         Selama bersama pasien, bidan harus konsentrasi penuh untuk mendengarkan dan melakukan observasi.
·         Membuat kontak fisik : mencuci muka pasien, menggosok punggung dan memegang tangan pasien
·         Menempatkan pasien dalam keadaan yakin yaitu bidan bersikap tenang dan bisa menenangkan pasien

            Dukungan fisik pada ibu bersalin merupakan dukungan langsung berupa pertolongan langsung yang diberikan keluarga atau suami pada saat ibu dalam keadaan bersalin.
            Dukungan Emosional adalah dukungan berupa kehangatan, kepedulian maupun ungkapan empati yang akan menimbulkan keyakinan bahwa ibu merasa di cintai dan diperhatikan oleh suami yang pada akhirnya dapat berpengaruh kepada keberhasilan proses persalinan.
Kecemasan dan ketakutan terhadap kesalahan – kesalahan yang dirasakan ibu. Karena ibu yang bersangkutan merasa sangat takut apablia nantinya ia melahirkan bayi yang cacat jasmaniah dan lahiriah. Bagi wanita yang paling sehat sekalipun, kondisi somatik menjelang kelahiran bayi ini dirasakan sangat berat dan tidak menyenangkan. Sering timbul rasa jengkel, selalu kegerahan, duduk berdiri tidur merasa salah dan tidak menyenangkan, tidak sabaran, cepat menjadi letih, lesu, dan identifikasi serta harmoni antara ibu dengan janin yang dikandungnya jadi terganggu. Bayi yang semula sangat diharapkan dan mulai dicintai secara psikologis selama berbulan-bulan itu kini mulai dirasakan sebagai beban yang amat berat. Maka beban derita fisik ini menjadi latar belakang dari impuls-impuls emosional yang di warnai oleh sikap – sikap bermusuhan terhadap bayinya. Lalu ibu tersebut mengharapkan dengan sangat agar “endofarasit” yang dikandungnya bisa cepat-cepat dikeluarkan dari rahimnya. Oleh sebab itu, “musuh” yang ada dalam kandungan itu harus cepat-cepat keluar dari rahim, agar tidak terlampau lama manjadi sumber ketidaksenangan, untuk kemudian dijadikan “objek kesayangan”.
Maka selama minggu – minggu terakhir kehamilan itu muncul banyak konflik antara keinginan untuk mempertahankan janinnya. Pada umumnya peristiwa ini berlangsung dalam batin / kehidupan psikis belaka. Keinginan untuk mempertahankan janin itu merupakan ekspresi dari kepuasaan diri yang melindungi janin yang sudah timbul sejak permulaan masa kehamilan. Keinginan ini cenderung menolak kelahiran bayi, dan ingin mempertahankan janinnya selama  mungkin, jadi terdapat unitas total antara ibu-anak. Dan semakin ketatlah rasa identifikasi sang ibu dengan bayinya. Sehingga ibu tersebut ingin sekali menolak kelahiran bayinya atau mengundurkan kelahiran bayinya selama mungkin.
Bersamaan dengan peristiwa tadi, disebabkan oleh :
a.       Fantasi tentang bakal – bayinya yang segera lahir sebagai objek-kasih sayang
b.      Beban fisik oleh semakin membesarnya bayi dalam kandungan, kedua peristiwa itu menimbulkan kecenderungan kuat untuk cepat-cepat
“ melemparkan sang bayi keluar” dari kandungan.

            Jika konflik tadi menjadi ekstrim dan patologis, sehingga kecenderungan-kecenderungan untuk membuang/mengeluarkan bayinya yang menang, mungkin akan terjadi peristiwa kelahiran premature ( lahir sebelum waktunya).
Kita bisa memahami bahwa lancar atau tidaknya proses kelahiran itu banyak bergantung pada kondisi biologis, terutama kondisi ibu yang bersangkutan. Namun perlu kita pahami, bahwa tidak semuanya tingkah laku manusia terutama yang disadari dan proses biologisnya yang tidak dipengaruhi oleh proses psikis. Maka dapat dimengerti, bahwa membesarnya janin dalam kandungan itu mengakibatkan calon ibu yang bersangkutan  mudah lelah, tidak enak badan, tidak bisa tidur enak, sering mendapatkan kesulitan dalam bernafas dan macam-macam beban  di waktu kehamilannya.
      Semua pengalaman itu pasti mengakibatkan timbulnya rasa tegang, ketakutan, kecemasan, konflik-konflik batin dan material psikis lainnya.
      Lagi pula semua keresahan hati serta konflik-konflik batin yang lama, kini menjadi akut dan intensif kembali dengan bertambahnya beban jasmaniah selama mengandung terutama pada saat mendekati kelahiran bayinya.
                  Kondisi emosional ibu sangat penting saat persalinan. Lakukan apa yang dapat dilakukan ibu selama kehamilan untuk mengatasi ketakutan dan kekhawatiran sehingga ibu dapat melewati proses persalinan dengan rasa percaya diri. Baik diri ibu sendiri, pendamping persalinan dan bidan atau dokter.
            Ibu juga dapat menggunakan relaksasi hypnobirthing setiap saat selama persalinan untuk membantu ibu membangun kekuatan dan kenyamanan atau untuk mengidentifikasi kekhawatiran yang mungkin perlu ditangani.
            Setelah persalinan mencapai puncaknya, maka calon ibu dan ayah akan memasuki saat – saat yang emosional dalam proses persalinannya. Suami harus membagi antara memberi dukungan dan memperhatikan perineum saat kepala bayi lahir. Semangatnya menyaksikan kemajuan istrinya merupakan perangsang bayi, berapa lamanya persalinan yang dialami. Begitu kepala bayi menyembul keluar, suami harus menahan semangatnya dan membantu istrinya melakukan hal yang sama, dengan demikian ibu dapat mengeluarkan kepala bayi dengan lembut, bukan terburu-buru mendorongnya melalui vulva. Bila komplikasi timbul pada tahap ini suami harus memusatkan perhatian untuk mengajak istri terus bicara dan mengatakan mengapa hal ini terjadi. Ia harus membangkitkan keyakinan dan meyakinkan bahwa istrinya telah melakukan hal yang benar. Banyak ibu yang menjalani persalinan yang sulit mengatakan bahwa mereka tetap semangat selama persalinan karena dukungan suami dan para staf medik. Setelah bayi ibu keluar, ibu akan terdorong untuk merengkuhnya begitu ia lahir. Suami dapat juga melakukan hal tersebut. Tapi bila ada alasan tertentu ibu tak dapat melakukannya, bisa jadi ia yang pertama meraih bayi dan menyerahkan pada ibu. Demikian pula jika ibu  melakukan operasi Caesar, kehadiran suami dapat mewakili ibu menyambut kadatangan bayi dan mengasuhnya selama beberapa menit setelah kelahirannya. Dengan kerja sama semacam ini, ibu tidak perlu merasa kecewa tidak melakukan persalinan alami seperti yang ibu yang inginkan. Calon ibu dan ayah akan membagi kemenangan dan kegembiraan menyambut kelahiran bayi dengan pengalaman yang paling menegangkan dan menakjubkan yang pernah dialami bersama, serta mampu memperkuat ikatan kasih antara suami istri dan bayi.
            Pada akhir – akhir kehamilannya ibu juga memikirkan dan mendambakan jenis kelamin anak yang mereka inginkan. Ada ibu yang mendambakan anak laki – laki karena sebagai proses penyempurnaan dirinya. Namun ada pula ibu yang mendambakan anak pertamanya perempuan yang berwajah cantik jelita.
            Mimpi-mimpi tentang bayi yang akan lahir itu tidak selamanya indah wajahnya dan bernada optimistis. Sebab ada kalanya ibu hamil tersebut mimpi melahirkan seekor monster, anak yang cacat, anak idiot atau pincang. Sehingga mimpi tersebut menimbulkan banyak ketakutan dan kecemasan yang semakin jadi. Memuncak pada minggu terakhir masa kehamilan. Biasanya setiap wanita yang pernah melakukan abortus dengan sengaja atau pernah mengalami keguguran dimana ia merasa bertanggung jawab atas terjadinya peristiwa keguguran tersebut, sehingga sering dihinggapi oleh mimpi-mimpi yang menakutkan itu.



            Selain itu, penyebab rasa ketakutan, kecemasan dan kekhawatiran ibu antara lain :
a.       Takut mati
            Sekalipun peristiwa kelahiran itu adalah satu fenomena fisiologis yang normal, namun hal tersebut tidak lari dari resiko dan bahaya kematian. Bahkan pada proses yang normal sekalipun senantiasa disertai perdarahan dan kesakitan hebat peristiwa inilah yang menimbulkan ketakutan-ketakutan khususnya takut mati baik kematian dirinya sendiri maupun anak bayi yang akan dilahirkan.
            Pada saat sekarang perasaan takut mati itu tidak perlu ada atau tidak perlu dilebih-lebihkan, karena adanya metode-metode yang efektif untuk mengatasi macam-macam bahaya pada proses kelahiran.
b.      Trauma kelahiran
   Trauma kelahiran ini berupa ketakutan kan berpisahnya bayi dari rahim ibunya. Yaitu merupakan ketakutan “hipotesis” untuk dilahirkan di dunia, dan takut terpisah dari ibunya.
   Ketakutan berpisah ini ada kalanya menghinggapi seorang ibu yang merasa amat takut kalau-kalau bayinya bayinya akan terpisah dengan dirinya. Seolah-olah ibu tersebut menjadi tidak mampu menjamin keselamatan bayinya.
c.       Perasaan bersalah / berdosa
   Jika identifikasi terhadap kehamilan dan kelahiran menjadi salah bentuk, seorang ibu banyak mengembangkan mekanisme rasa-rasa bersalah dan rasa berdosa terhadap ibunya, maka peristiwa tadi membuat dirinya menjadi tidak mampu berfungsi sebagai ibu yang bahagia, sebab selalu saja ia dibebani atau dikejar-kejar oleh rasa berdosa.
d.      Ketakutan riil
            Ketakutan mati yang sangat mendalam di kala melahirkan bayinya itu disebut ketakutan primer. Biasanya diiringi dengan ketakutan – ketakutan superfisial ( yang dibuat – buat ) lainnya yang berkaitan dengan kesulitan hidup disebut sebagai kekuatan sekunder.
            Ketakutan primer dari wanita hamil itu bisa menjadi semakin intensif, jika ibunya, suaminya dan semua orang yang bersimpati pada dirinya ikut-ikutan menjadi panik dan resah memikirkan nasib keadaaanya. Oleh karena itu, sikap perhatian bisa memberikan support moril pada setiap konflik batin, keresahan hati dan ketakuan, baik yang riil maupun yang iriil sifatnya.

2.      Kebutuhan / ketidaknyamanan lingkungan
          Dalam mempertimbangkan ikatan antara lingkungan wanita dan lingkungan nyerinya. Lingkungan meliputi lingkungan fisik atau tempat ia bersalin serta lingkungan emosional terutama hubungan wanita dengan orang di dekatnya. Wanita bersalin didukung oleh pemberi pelayanan formal seperti bidan serta pemberi pelayanan informal seperti keluarganya.
         Lingkungan juga dapat membantu kelancaran proses persalinan. Salah satu pelopor dalam gerakan melahirkan normal yaitu dokter kandungan Robert Bradley. Beliau menyatakan bahwa ibu yang ketika proses persalinan yang berada di lingkungan yang terang benderang dengan tembok keramik akan mengalami proses persalinan yang sulit, lama dan lebih menyakitkan dibandingkan dengan ibu bersalin yang berada di lingkungan yang nyaman, remang-remang. Jadi dengan demikian, Robert Bradley merekomendasikan bahwa salah satu tindakan yang dapat dilakukan untuk memperlancar proses persalinan adalah memilih lingkungan yang gelap / remang-remang, sepi, sunyi atau tenang.
         Lingkungan juga termasuk lebih dari sekedar pencahayaan dan kenyamanan lingkungan. Ibu mungkin ingin ada musik yang dapat dinikmati, sehingga meningkatkan perasaan relaksasi.
         Ruangan persalinan harus dibuat sedemikian rupa. Wallpaper dan gorden yang menarik akan dengan warna yang sejuk dan penggunaan tirai untuk menutup peralatan rumah sakit akan mengurangi keangkeran dari ruangan tersebut.
      Ibu mungkin juga mempertimbangkan aromaterapi yang dapat berkontribusi terhadap perasaan nyaman dan santai. Banyak profesional merekomendasikan penggunaan lavender selama persalinan. Jika ibu melahirkan di sebuah rumah sakit atau pusat kelahiran, ibu mungkin tidak dapat menggunakan lilin tapi ibu bisa menggunakan aromatherapi elektrik. Periksa terlebih dahulu untuk setiap kebijakan rumah sakit.
      Tempat melahirkan hendaknya disesuaikan dengan jarak tempuh dari rumah untuk memperkirakan waktu sampai ke rumah sakit. Perhatikan kepadatan lalu lintas pada jam-jam tertentu sehingga ibu, suami dan keluarga dapat mempersiapkan jalur alternatif untuk sampai ke rumah sakit.
      Prosedur masuk, fasilitas yang ada, biaya persalinan, lokasi kamar bersalin, agar dalam keadaan mudah sehingga mempercepat sampai ke tempat tujuan. Tempat plasenta (ari-ari) harus sudah direncanakan di mana plasenta akan diurus, apakah di rumah atau di tempat bersalin. Biasanya sudah disiapkan di tempat bersalin
         Lingkungan persalinan dapat di definisikan sebagai area di sekitar tempat kelahiran. Bagimanapun juga lingkungan terdiri dari banyak batu batuan dan benda keras, atau furnitur dan hiasan di lingkungan harus baik secara emosional maupun fisik.
         Oleh karena itu, lingkungan tidak hanya ditetapkan dari kondisi sekitar tetapi juga orang orang yang mendukung ibu dalam persalinan dengan sikap dan keyakinan mereka, dengan kebijakan dan pelatihan serta derajat empati dan pemahaman yang ada. Penatalaksanaan medis persalinan telah mengindikasikan rawat inap, yaitu melahirkan di lingkungan rumah sakit dalam kondisi klinik, dikelilingi oleh perlengkapan teknologis yang canggih dan peraturan tentu serta rutinitas kegiatan praktik di rumah sakit.

3.      Kebutuhan dukungan keluarga / suami
         Dukungan selama persalinan merupakan asuhan yang bersifat mendukung atau memberi support yang aktif dan ikut serta dalam kegiatan selama persalinan. Dalam standar pelayanan asuhan kebidanan, ibu bebas memilih pendamping persalinan sesuai dengan keinginannya misalnya suami, keluarga atau teman yang mengerti tentang dirinya. Idealnya pendampingan ini dilaksanakan sejak pra persalinan yang dapat membantu memutuskan rencana tempat persalinan, pemakaian alat kontrasepsi dan kelainan lain yang tidak diharapkan.
      Menurut Lutfiatus Sholihah (2004) selama masa kehamilan, suami juga sudah harus diajak menyiapkan diri menyambut kedatangan sikecil, karena tidak semua suami siap mental untuk menunggui istrinya yang sedang kesakitan. Ada kalanya mereka malah panik. Jadi persiapkan dari sekarang ajak suami membaca buku tentang proses persalinan.
      Menurut Dr. Ruth (2002) suami sebagai pendamping persalinan dapat melakukan hal sebagai berikut :
1.   Memberi dorongan semangat yang akan dibutuhkan jika persalinan lebih lama dari yang diperkirakan. Suami sebaiknya diberitahu terlebih dahulu bahwa jika istri berteriak padanya hanya karena sang istri tidak mungkin berteriak pada dokter
2.   Memijat bagian tubuh agar istri tidak terlalu tegang atau untuk mengalihkan perhatian istri dari kontraksi. Pukulan perlahan pada perut yang disebut effleurage, dengan menggunakan ujung jari merupakan pijatan yang disarankan
3.   Memastikan istri merasa nyaman dengan menyediakan bantal, air, permen atau potongan es untuk istri atau memanggilkan perawat atau dokter jika istri membutuhkan bantuan
4.   Memegang istri saat mengedan agar istri memiliki pegangan saat mendorong dan memimpin istri agar mengedan dengan cara yang paling efektif
         Selain itu, bagi suami yang siap mental dalam mendampingi istri dalam proses persalinan dapat memberikan manfaat seperti :
a.    Memberi rasa tenang dan penguat psikis pada istri
b.   Suami adalah orang terdekat yang dapat memberikan rasa aman dan tenang yang diharapkan istri selama proses persalinan. Ditengah kondisi yang tidak nyaman, istri memerlukan pegangan, dukungan dan semangat untuk mengurangi kecemasan dan ketakutannya.
c.    Melihat pengorbanan istri saat persalinan suami akan dapat lebih menghargai istrinya dan menjaga prilakunya. Karena dia akan mengingat bagaimana besarnya pengorbanan istrinya.

         Bila suami tidak bersedia mendampingi saat proses persalinan, ibu sebaiknya jangan berkecil hati, mungkin suami tidak tega melihat istrinya kesakitan jadi jangan paksa suami karena hal ini bisa berakibat fatal. Kehadiran suami tanpa tekanan dari luar pada proses persalinan akan sangat penting dalam membantu istri terutama jika suami tahu banyak tentang proses melahirkan. Para suami sering mengeluhkan betapa tertekannya mereka kerena sama sekali tidak tahu apa yang harus dikerjakan untuk menolong istrinya. (Lutfiatus Sholihah, 2004:35).
Situasi atau kondisi dimana suami tidak bisa mendampingi selama proses persalinan seperti :
a.       Suami tidak siap mental
         Biasanya suami tidak tega, lekas panik, saat melihat istri kesakitan atau tidak tahan bila harus malihat darah yang keluar saat persalinan. Tipe suami seperti ini bukanlah orang yang tepat menjadi pendamping diruang bersalin.
b.      Tidak diizinkan pihak RS
         Beberapa RS tidak mengizinkan kehadiran pendamping selain petugas medis bagi ibu yang menjalani proses persalinan baik normal maupun cesar. Beberapa alasan yang diajukan adalah kehadiran pendamping dapat mengganggu konsentrasi petugas medis yang tengah membantu proses persalinan, tempat yang tidak luas dan kesterilan ruang operasi menjadi berkurang dengan hadirnya orang luar.

               Selain suami, pendamping lain yang mendampingi ibu saat persalinan yaitu keluarga.
Pendamping memiliki peran dalam proses persalinan seperti :
1.      Mengatur posisi ibu dengan membantu ibu tidur miring atau sesuai dengan keinginan ibu disela – sela kontraksi dan mendukung posisi ini agar dapat mengedan secara efektif saat relaksasi.
2.      Mengatur nafas ibu dengan cara membimbing ibu mengatur nafas saat kontraksi dan beristirahat saat relaksasi.
3.      Memberikan asuhan tubuh dengan menghapus keringat ibu, memegang tangan, memberikan pijatan, mengelus perut ibu dengan lembut.
4.      Memberi informasi kepada ibu tentang kemajuan persalinan.
5.      Menciptakan suasana kekeluargaan dan rasa aman.
6.      Membantu ibu ke kamar mandi.
7.      Memberi cairan dan nutrisi sesuai keinginan ibu.
8.      Memberikan dorongan spiritual dengan ikut berdoa.
9.      Memberi dorongan semangat mengedan saat kontraksi serta memberikan pujian  atas kemampuan ibu saat mengedan.
Faktor yang dapat mengurangi kecemasan yang terjadi pada wanita yang akan melahirkan adalah adanya dukungan keluarga yang dapat berupa dari suami, keluarga atau saudara lainnya, orang tua, dan mertua.
                     Dukungan keluarga yang didapatkan calon ibu akan menimbulkan perasaan tenang, sikap positif terhadap diri sendiri dan kehamilannya, maka diharapkan ibu dapat menjaga kehamilannya dengan baik sampai saat persalinan. Dengan memiliki dukungan keluarga diharapkan wanita hamil dapat mempertahankan kondisi kesehatan psikologisnya dan lebih mudah menerima perubahan fisik serta mengontrol gejolak emosi yang timbul. Dukungan keluarga terutama dukungan yang didapatkan dari suami akan menimbulkan ketenangan batin dan perasaan senang dalam diri isteri (Dagun, 1991).

            Dengan lap basah suami dapat mengusap wajah sang istri atau mengusapkan es ke bibir istri untuk dihisap saat haus, serta menyingkirkan helai-helai rambut di wajah istri disela-sela kontraksi. Suami juga dapat mengamati bila istri tampak tegang dan membantu istri rileks kembali sambil memijat dan mengucapkan dorongan. Suami juga dapat mengingatkan untuk menempelkan dagu ke dada saat istri mendorong mengikuti kontraksi dan menggunakan otot-otot serta teknik pernapasan yang tepat selama mengejan. Dukungan fisiknya sangat perlu bila ibu melakukan persalinan aktif dan mamilih posisi yang memungkinkan gaya tarik bumi turut berperan dalam persalinan. Tentunya suami istri harus berlatih terlebih dahulu untuk dapat menemukan posisi yang lebih tepat. Ada beberapa posisi dimana istri memerlukan bantuan dari tiga orang dengan demikian suami akan tahu kapan diperlukan bantuan. Suami pun dapat bertindak sebagai penerjemah antara istri dan bidan atau sebaliknya. Saat istri sibuk mengatasi kontraksi sehingga tak mampu memperhatikan sekelilingnya. Dengan mempercayakan pada suami sebagai penerjemah dan perantara maka istri merasa bebas untuk memusatkan perhatian pada gelombang tenaga yang menerpa selama tahap yang paling sibuk ini.
            Biarkan suami memijat lembut punggung ibu untuk mengurangi rasa nyeri. Sentuhan dapat memberikan keajaiban. Hanya dengan pelukan atau usapan pada punggung berarti bahwa suami selalu ada di samping ibu. Mintalah suami membantu membetulkan posisi ibu saat ibu kehabisan energi atau membetulkan letak bantal agar ibu lebih nyaman. Kata-kata penyemangat dari suami memberi kekuatan ketika ibu merasa lelah dan tidak bertenaga.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar