A. Kebutuhan dasar selama persalinan
1.
Kebutuhan psikis dan emosional ibu
Perasaan takut, cemas dan khawatir akan
dirasakan ketika ibu akan mengalami persalinan. Perasaan takut dapat
meningkatkan nyeri, otot-otot menjadi tegang dan ibu menjadi cepat lelah yang
pada akhirnya akan menghambat proses persalinan. Bidan adalah orang yang
diharapkan ibu sebagai pendamping persalinan yang dapat diandalkan serta mampu
memberikan dukungan, bimbingan dan pertolongan persalinan.
Bidan harus mampu memberikan
perasaan kehadiran :
·
Selama bersama pasien, bidan harus konsentrasi penuh untuk
mendengarkan dan melakukan observasi.
·
Membuat kontak fisik : mencuci muka pasien, menggosok
punggung dan memegang tangan pasien
·
Menempatkan pasien dalam keadaan yakin yaitu bidan bersikap
tenang dan bisa menenangkan pasien
Dukungan fisik pada ibu bersalin
merupakan dukungan langsung berupa pertolongan langsung yang diberikan keluarga
atau suami pada saat ibu dalam keadaan bersalin.
Dukungan Emosional
adalah dukungan berupa kehangatan, kepedulian maupun ungkapan
empati yang akan menimbulkan keyakinan bahwa ibu merasa di cintai dan
diperhatikan oleh suami yang pada akhirnya dapat berpengaruh kepada
keberhasilan proses persalinan.
Kecemasan dan ketakutan terhadap
kesalahan – kesalahan yang dirasakan ibu.
Karena ibu yang bersangkutan merasa sangat takut apablia nantinya ia melahirkan
bayi yang cacat jasmaniah dan lahiriah. Bagi wanita yang paling sehat
sekalipun, kondisi somatik menjelang kelahiran bayi ini dirasakan sangat berat
dan tidak menyenangkan. Sering timbul rasa jengkel, selalu kegerahan, duduk
berdiri tidur merasa salah dan tidak menyenangkan, tidak sabaran, cepat menjadi
letih, lesu, dan identifikasi serta harmoni antara ibu dengan janin yang
dikandungnya jadi terganggu. Bayi yang semula sangat diharapkan dan mulai
dicintai secara psikologis selama berbulan-bulan itu kini mulai dirasakan
sebagai beban yang amat berat. Maka beban derita fisik ini menjadi latar
belakang dari impuls-impuls emosional yang di warnai oleh sikap – sikap
bermusuhan terhadap bayinya. Lalu ibu tersebut mengharapkan dengan sangat agar
“endofarasit” yang dikandungnya bisa cepat-cepat dikeluarkan dari rahimnya. Oleh
sebab itu, “musuh” yang ada dalam kandungan itu harus cepat-cepat keluar dari
rahim, agar tidak terlampau lama manjadi sumber ketidaksenangan, untuk kemudian
dijadikan “objek kesayangan”.
Maka selama minggu
– minggu terakhir kehamilan itu muncul banyak konflik antara keinginan untuk
mempertahankan janinnya. Pada umumnya peristiwa ini berlangsung dalam batin / kehidupan
psikis belaka. Keinginan untuk mempertahankan janin itu merupakan ekspresi dari
kepuasaan diri yang melindungi janin yang sudah timbul sejak permulaan masa kehamilan.
Keinginan ini cenderung menolak kelahiran bayi, dan ingin mempertahankan
janinnya selama mungkin,
jadi terdapat unitas total antara ibu-anak. Dan semakin ketatlah rasa identifikasi
sang ibu dengan bayinya. Sehingga ibu tersebut ingin sekali menolak kelahiran
bayinya atau mengundurkan kelahiran bayinya selama mungkin.
Bersamaan dengan peristiwa tadi, disebabkan oleh
:
a.
Fantasi tentang bakal – bayinya yang segera lahir sebagai
objek-kasih sayang
b.
Beban fisik oleh semakin membesarnya bayi dalam kandungan,
kedua peristiwa itu menimbulkan
kecenderungan kuat untuk cepat-cepat
“ melemparkan sang bayi keluar” dari kandungan.
Jika konflik tadi menjadi ekstrim
dan patologis, sehingga kecenderungan-kecenderungan untuk membuang/mengeluarkan
bayinya yang menang, mungkin akan terjadi peristiwa kelahiran premature ( lahir
sebelum waktunya).
Kita bisa memahami bahwa lancar atau tidaknya proses
kelahiran itu banyak bergantung pada kondisi biologis, terutama kondisi ibu
yang bersangkutan. Namun perlu kita pahami, bahwa tidak semuanya tingkah laku
manusia terutama yang disadari dan proses biologisnya yang tidak dipengaruhi
oleh proses psikis. Maka dapat dimengerti, bahwa membesarnya janin dalam
kandungan itu mengakibatkan calon ibu yang bersangkutan mudah lelah,
tidak enak badan, tidak bisa tidur enak, sering mendapatkan kesulitan dalam
bernafas dan macam-macam beban di waktu
kehamilannya.
Semua pengalaman itu
pasti mengakibatkan timbulnya rasa
tegang, ketakutan, kecemasan, konflik-konflik batin dan material psikis lainnya.
Lagi pula semua
keresahan hati serta konflik-konflik batin yang lama, kini menjadi akut dan
intensif kembali dengan bertambahnya beban jasmaniah selama mengandung terutama
pada saat mendekati kelahiran bayinya.
Kondisi
emosional ibu sangat penting saat persalinan. Lakukan apa yang dapat dilakukan
ibu selama kehamilan untuk mengatasi ketakutan dan kekhawatiran sehingga ibu
dapat melewati proses persalinan dengan rasa percaya diri. Baik diri ibu
sendiri, pendamping persalinan dan bidan atau dokter.
Ibu juga dapat menggunakan relaksasi
hypnobirthing setiap saat selama persalinan untuk membantu ibu membangun
kekuatan dan kenyamanan atau untuk mengidentifikasi kekhawatiran yang mungkin
perlu ditangani.
Setelah persalinan mencapai
puncaknya, maka calon ibu dan ayah akan memasuki saat – saat yang emosional
dalam proses persalinannya. Suami harus membagi antara memberi dukungan dan
memperhatikan perineum saat kepala bayi lahir. Semangatnya menyaksikan kemajuan
istrinya merupakan perangsang bayi, berapa lamanya persalinan yang dialami.
Begitu kepala bayi menyembul keluar, suami harus menahan semangatnya dan
membantu istrinya melakukan hal yang sama, dengan demikian ibu dapat
mengeluarkan kepala bayi dengan lembut, bukan terburu-buru mendorongnya melalui
vulva. Bila komplikasi timbul pada tahap ini suami harus memusatkan perhatian
untuk mengajak istri terus bicara dan mengatakan mengapa hal ini terjadi. Ia
harus membangkitkan keyakinan dan meyakinkan bahwa istrinya telah melakukan hal
yang benar. Banyak ibu yang menjalani persalinan yang sulit mengatakan bahwa
mereka tetap semangat selama persalinan karena dukungan suami dan para staf
medik. Setelah bayi ibu keluar, ibu akan terdorong untuk merengkuhnya begitu ia
lahir. Suami dapat juga melakukan hal tersebut. Tapi bila ada alasan tertentu
ibu tak dapat melakukannya, bisa jadi ia yang pertama meraih bayi dan menyerahkan
pada ibu. Demikian pula jika ibu melakukan operasi Caesar, kehadiran suami dapat mewakili
ibu menyambut kadatangan bayi dan mengasuhnya selama beberapa menit setelah
kelahirannya. Dengan kerja sama semacam ini, ibu tidak perlu merasa kecewa
tidak melakukan persalinan alami seperti yang ibu yang inginkan. Calon ibu dan
ayah akan membagi kemenangan dan kegembiraan menyambut kelahiran bayi dengan
pengalaman yang paling menegangkan dan menakjubkan yang pernah dialami bersama,
serta mampu memperkuat ikatan kasih antara suami istri dan bayi.
Pada akhir – akhir kehamilannya ibu
juga memikirkan dan mendambakan jenis kelamin anak yang mereka inginkan. Ada
ibu yang mendambakan anak laki – laki karena sebagai proses penyempurnaan
dirinya. Namun ada pula ibu yang mendambakan anak pertamanya perempuan yang
berwajah cantik jelita.
Mimpi-mimpi tentang bayi yang akan
lahir itu tidak selamanya indah wajahnya dan bernada optimistis. Sebab ada
kalanya ibu hamil tersebut mimpi melahirkan seekor monster, anak yang cacat,
anak idiot atau pincang. Sehingga mimpi tersebut menimbulkan banyak ketakutan
dan kecemasan yang semakin jadi. Memuncak pada minggu terakhir masa kehamilan.
Biasanya setiap wanita yang pernah melakukan abortus dengan sengaja atau pernah
mengalami keguguran dimana ia merasa bertanggung jawab atas terjadinya
peristiwa keguguran tersebut, sehingga sering dihinggapi oleh mimpi-mimpi yang
menakutkan itu.
Selain itu, penyebab rasa ketakutan,
kecemasan dan kekhawatiran ibu antara lain :
a.
Takut mati
Sekalipun
peristiwa kelahiran itu adalah satu fenomena fisiologis yang normal, namun hal
tersebut tidak lari dari resiko dan bahaya kematian. Bahkan pada proses yang
normal sekalipun senantiasa disertai perdarahan dan kesakitan hebat peristiwa
inilah yang menimbulkan ketakutan-ketakutan khususnya takut mati baik kematian
dirinya sendiri maupun anak bayi yang akan dilahirkan.
Pada
saat sekarang perasaan takut mati itu tidak perlu ada atau tidak perlu
dilebih-lebihkan, karena adanya metode-metode yang efektif untuk mengatasi macam-macam
bahaya pada proses kelahiran.
b.
Trauma kelahiran
Trauma
kelahiran ini berupa ketakutan kan berpisahnya bayi dari rahim ibunya. Yaitu
merupakan ketakutan “hipotesis” untuk dilahirkan di dunia, dan takut
terpisah dari ibunya.
Ketakutan
berpisah ini ada kalanya menghinggapi seorang ibu yang merasa amat takut
kalau-kalau bayinya bayinya akan terpisah dengan dirinya. Seolah-olah ibu
tersebut menjadi tidak mampu menjamin keselamatan bayinya.
c.
Perasaan bersalah / berdosa
Jika
identifikasi terhadap kehamilan dan kelahiran menjadi salah bentuk, seorang ibu
banyak mengembangkan mekanisme rasa-rasa bersalah dan rasa berdosa terhadap
ibunya, maka peristiwa tadi membuat dirinya menjadi tidak mampu berfungsi
sebagai ibu yang bahagia, sebab selalu saja ia dibebani atau dikejar-kejar oleh
rasa berdosa.
d.
Ketakutan riil
Ketakutan mati yang sangat mendalam di kala melahirkan bayinya itu
disebut ketakutan primer. Biasanya diiringi dengan ketakutan – ketakutan superfisial
( yang dibuat – buat ) lainnya yang berkaitan dengan kesulitan hidup disebut
sebagai kekuatan sekunder.
Ketakutan
primer dari wanita hamil itu bisa menjadi semakin intensif, jika ibunya,
suaminya dan semua orang yang bersimpati pada dirinya ikut-ikutan menjadi panik
dan resah memikirkan nasib keadaaanya. Oleh karena itu, sikap perhatian bisa
memberikan support moril pada setiap konflik batin, keresahan hati dan
ketakuan, baik yang riil maupun yang iriil sifatnya.
2.
Kebutuhan / ketidaknyamanan lingkungan
Dalam mempertimbangkan ikatan antara lingkungan wanita
dan lingkungan nyerinya. Lingkungan meliputi lingkungan fisik atau tempat ia
bersalin serta lingkungan emosional terutama hubungan wanita dengan orang di
dekatnya. Wanita bersalin didukung oleh pemberi pelayanan formal seperti bidan
serta pemberi pelayanan informal seperti keluarganya.
Lingkungan
juga dapat membantu kelancaran proses persalinan. Salah satu pelopor dalam
gerakan melahirkan normal yaitu dokter kandungan Robert Bradley. Beliau menyatakan
bahwa ibu yang ketika proses persalinan yang berada di lingkungan yang terang
benderang dengan tembok keramik akan mengalami proses persalinan yang sulit,
lama dan lebih menyakitkan dibandingkan dengan ibu bersalin yang berada di
lingkungan yang nyaman, remang-remang. Jadi dengan demikian, Robert Bradley
merekomendasikan bahwa salah satu tindakan yang dapat dilakukan untuk
memperlancar proses persalinan adalah memilih lingkungan yang gelap /
remang-remang, sepi, sunyi atau tenang.
Lingkungan
juga termasuk lebih dari sekedar pencahayaan dan kenyamanan lingkungan. Ibu
mungkin ingin ada musik yang dapat dinikmati, sehingga meningkatkan perasaan
relaksasi.
Ruangan persalinan harus dibuat
sedemikian rupa. Wallpaper dan gorden yang menarik akan dengan warna yang sejuk
dan penggunaan tirai untuk menutup peralatan rumah sakit akan mengurangi
keangkeran dari ruangan tersebut.
Ibu mungkin juga
mempertimbangkan aromaterapi yang dapat berkontribusi terhadap perasaan nyaman
dan santai. Banyak profesional merekomendasikan penggunaan lavender selama
persalinan. Jika ibu melahirkan di sebuah rumah sakit atau pusat kelahiran, ibu
mungkin tidak dapat menggunakan lilin tapi ibu bisa menggunakan aromatherapi
elektrik. Periksa terlebih dahulu untuk setiap kebijakan rumah sakit.
Tempat
melahirkan hendaknya disesuaikan dengan jarak tempuh dari rumah untuk
memperkirakan waktu sampai ke rumah sakit. Perhatikan kepadatan lalu lintas pada
jam-jam tertentu sehingga ibu, suami dan keluarga dapat mempersiapkan jalur
alternatif untuk sampai ke rumah sakit.
Prosedur masuk,
fasilitas yang ada, biaya persalinan, lokasi kamar bersalin, agar dalam keadaan
mudah sehingga mempercepat sampai ke tempat tujuan. Tempat plasenta (ari-ari)
harus sudah direncanakan di mana plasenta akan diurus, apakah di rumah atau di
tempat bersalin. Biasanya sudah disiapkan di tempat bersalin
Lingkungan persalinan dapat di
definisikan sebagai area di sekitar tempat kelahiran. Bagimanapun juga
lingkungan terdiri dari banyak batu batuan dan benda keras, atau furnitur dan
hiasan di lingkungan harus baik secara emosional maupun fisik.
Oleh karena itu, lingkungan tidak hanya ditetapkan dari kondisi sekitar tetapi juga orang orang yang mendukung ibu dalam persalinan dengan sikap dan keyakinan mereka, dengan kebijakan dan pelatihan serta derajat empati dan pemahaman yang ada. Penatalaksanaan medis persalinan telah mengindikasikan rawat inap, yaitu melahirkan di lingkungan rumah sakit dalam kondisi klinik, dikelilingi oleh perlengkapan teknologis yang canggih dan peraturan tentu serta rutinitas kegiatan praktik di rumah sakit.
Oleh karena itu, lingkungan tidak hanya ditetapkan dari kondisi sekitar tetapi juga orang orang yang mendukung ibu dalam persalinan dengan sikap dan keyakinan mereka, dengan kebijakan dan pelatihan serta derajat empati dan pemahaman yang ada. Penatalaksanaan medis persalinan telah mengindikasikan rawat inap, yaitu melahirkan di lingkungan rumah sakit dalam kondisi klinik, dikelilingi oleh perlengkapan teknologis yang canggih dan peraturan tentu serta rutinitas kegiatan praktik di rumah sakit.
3.
Kebutuhan dukungan keluarga / suami
Dukungan
selama persalinan merupakan asuhan yang bersifat mendukung atau memberi support
yang aktif dan ikut serta dalam kegiatan selama persalinan. Dalam standar
pelayanan asuhan kebidanan, ibu bebas memilih pendamping persalinan sesuai
dengan keinginannya misalnya suami, keluarga atau teman yang mengerti tentang
dirinya. Idealnya pendampingan ini dilaksanakan sejak pra persalinan yang dapat
membantu memutuskan rencana tempat persalinan, pemakaian alat kontrasepsi dan
kelainan lain yang tidak diharapkan.
Menurut
Lutfiatus Sholihah (2004) selama masa kehamilan, suami juga sudah harus diajak
menyiapkan diri menyambut kedatangan sikecil, karena tidak semua suami siap
mental untuk menunggui istrinya yang sedang kesakitan. Ada kalanya mereka malah
panik. Jadi persiapkan dari sekarang ajak suami membaca buku tentang proses
persalinan.
Menurut Dr.
Ruth (2002) suami sebagai pendamping persalinan dapat melakukan hal sebagai
berikut :
1. Memberi
dorongan semangat yang akan dibutuhkan jika persalinan lebih lama dari yang
diperkirakan. Suami sebaiknya diberitahu terlebih dahulu bahwa jika istri
berteriak padanya hanya karena sang istri tidak mungkin berteriak pada dokter
2. Memijat
bagian tubuh agar istri tidak terlalu tegang atau untuk mengalihkan perhatian
istri dari kontraksi. Pukulan perlahan pada perut yang disebut effleurage, dengan menggunakan ujung
jari merupakan pijatan yang disarankan
3. Memastikan
istri merasa nyaman dengan menyediakan bantal, air, permen atau potongan es
untuk istri atau memanggilkan perawat atau dokter jika istri membutuhkan bantuan
4. Memegang
istri saat mengedan agar istri memiliki pegangan saat mendorong dan memimpin
istri agar mengedan dengan cara yang paling efektif
Selain itu,
bagi suami yang siap mental dalam mendampingi istri dalam proses persalinan
dapat memberikan manfaat seperti :
a.
Memberi rasa
tenang dan penguat psikis pada istri
b. Suami adalah orang terdekat yang dapat
memberikan rasa aman dan tenang yang diharapkan istri selama proses persalinan.
Ditengah kondisi yang tidak nyaman, istri memerlukan pegangan, dukungan dan
semangat untuk mengurangi kecemasan dan ketakutannya.
c.
Melihat
pengorbanan istri saat persalinan suami akan dapat lebih menghargai istrinya
dan menjaga prilakunya. Karena dia akan mengingat bagaimana besarnya
pengorbanan istrinya.
Bila suami tidak bersedia
mendampingi saat proses persalinan, ibu sebaiknya jangan berkecil hati, mungkin
suami tidak tega melihat istrinya kesakitan jadi jangan paksa suami karena hal
ini bisa berakibat fatal. Kehadiran suami tanpa tekanan dari luar pada proses
persalinan akan sangat penting dalam membantu istri terutama jika suami tahu
banyak tentang proses melahirkan. Para suami sering mengeluhkan betapa
tertekannya mereka kerena sama sekali tidak tahu apa yang harus dikerjakan
untuk menolong istrinya. (Lutfiatus Sholihah, 2004:35).
Situasi atau kondisi dimana suami tidak bisa mendampingi selama proses
persalinan seperti :
a.
Suami tidak siap mental
Biasanya suami tidak tega,
lekas panik, saat melihat istri kesakitan atau tidak tahan bila harus malihat darah
yang keluar saat persalinan. Tipe suami seperti ini bukanlah orang yang tepat
menjadi pendamping diruang bersalin.
b.
Tidak diizinkan pihak RS
Beberapa RS tidak mengizinkan
kehadiran pendamping selain petugas medis bagi ibu yang menjalani proses persalinan
baik normal maupun cesar. Beberapa alasan yang diajukan adalah kehadiran
pendamping dapat mengganggu konsentrasi petugas medis yang tengah membantu
proses persalinan, tempat yang tidak luas dan kesterilan ruang operasi menjadi
berkurang dengan hadirnya orang luar.
Selain suami,
pendamping lain yang mendampingi ibu saat persalinan yaitu keluarga.
Pendamping memiliki peran dalam
proses persalinan seperti :
1.
Mengatur posisi ibu dengan membantu
ibu tidur miring atau sesuai dengan keinginan ibu disela – sela kontraksi dan
mendukung posisi ini agar dapat mengedan secara efektif saat relaksasi.
2.
Mengatur nafas ibu dengan cara
membimbing ibu mengatur nafas saat kontraksi dan beristirahat saat relaksasi.
3.
Memberikan asuhan tubuh dengan menghapus
keringat ibu, memegang tangan, memberikan pijatan, mengelus perut ibu dengan
lembut.
4.
Memberi informasi kepada ibu tentang kemajuan persalinan.
5.
Menciptakan suasana kekeluargaan dan rasa aman.
6.
Membantu ibu ke kamar mandi.
7.
Memberi cairan dan nutrisi sesuai keinginan ibu.
8.
Memberikan dorongan spiritual dengan ikut berdoa.
9.
Memberi dorongan semangat mengedan saat kontraksi serta memberikan
pujian atas kemampuan ibu saat mengedan.
Faktor yang dapat mengurangi
kecemasan yang terjadi pada wanita yang akan melahirkan adalah adanya dukungan
keluarga yang dapat berupa dari suami, keluarga atau saudara lainnya, orang
tua, dan mertua.
Dukungan
keluarga yang didapatkan calon ibu akan menimbulkan perasaan tenang, sikap
positif terhadap diri sendiri dan kehamilannya, maka diharapkan ibu dapat
menjaga kehamilannya dengan baik sampai saat persalinan. Dengan memiliki
dukungan keluarga diharapkan wanita hamil dapat mempertahankan kondisi
kesehatan psikologisnya dan lebih mudah menerima perubahan fisik serta mengontrol
gejolak emosi yang timbul. Dukungan keluarga terutama dukungan yang didapatkan
dari suami akan menimbulkan ketenangan batin dan perasaan senang dalam diri
isteri (Dagun, 1991).
Dengan lap
basah suami dapat mengusap wajah sang istri atau
mengusapkan es ke bibir istri untuk
dihisap saat haus, serta menyingkirkan helai-helai rambut di wajah istri disela-sela kontraksi. Suami juga dapat mengamati bila istri tampak tegang dan membantu istri
rileks kembali sambil memijat dan mengucapkan dorongan. Suami juga dapat
mengingatkan untuk menempelkan dagu ke dada saat istri
mendorong mengikuti kontraksi dan
menggunakan otot-otot serta teknik pernapasan yang tepat selama mengejan.
Dukungan fisiknya sangat perlu bila ibu
melakukan persalinan aktif dan mamilih posisi yang memungkinkan gaya tarik bumi
turut berperan dalam persalinan. Tentunya suami
istri harus berlatih terlebih dahulu untuk dapat menemukan posisi
yang lebih tepat. Ada beberapa posisi dimana istri memerlukan
bantuan dari tiga orang dengan demikian suami akan tahu kapan diperlukan
bantuan. Suami pun dapat bertindak sebagai penerjemah antara istri dan bidan atau
sebaliknya. Saat istri sibuk mengatasi kontraksi sehingga tak mampu memperhatikan
sekelilingnya. Dengan
mempercayakan pada suami sebagai penerjemah dan perantara maka istri merasa bebas untuk memusatkan perhatian pada gelombang
tenaga yang menerpa selama tahap yang paling sibuk ini.
Biarkan
suami memijat lembut punggung ibu untuk
mengurangi rasa nyeri. Sentuhan dapat memberikan keajaiban. Hanya dengan
pelukan atau usapan pada punggung berarti bahwa suami selalu ada di samping ibu. Mintalah suami membantu membetulkan posisi ibu saat ibu kehabisan
energi atau membetulkan letak bantal agar
ibu lebih nyaman. Kata-kata
penyemangat dari suami memberi kekuatan ketika ibu
merasa lelah dan tidak bertenaga.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar