A. Permenkes tentang registrasi dan praktek bidan
1.
Pengertian praktek bidan
Praktek
Kebidanan adalah asuhan yang diberikan oleh bidan secara mandiri baik pada
perempuan yang menyangkut proses reproduksi, kesejahteraan ibu dan janin /
bayinya, masa antara dalam lingkup praktek kebidanan juga termasuk pendidikan
kesehatan dalam hal proses. reproduksi untuk keluarga dan komunitasnya.
Praktek
kebidanan berdasarkan prinsip kemitraan dengan perempuan bersifat holistik dan
menyatukannya dengan pemahaman akan pengaruh sosial, emosional, budaya,
spiritual, psikologi dan fisik dari pengalaman reproduksinya.
Praktek kebidanan bertujuan menurunkan / menekan
mortalitas dan morbilitas ibu dan bayi yang berdasarkan ilmu-ilmu kebidanan,
kesehatan, medis dan sosial untuk memelihara, meningkatkan dan melindungi
kesehatan ibu dan janin / bayinya.
Permenkes nomor 900/MENKES/SK/VII/2002
Pasal 1
Praktik bidan
adalah serangkaian kegiatan pelayanan kesehatan yang diberikan oleh bidan kepada
pasien (individu, keluarga, dan masyarakat) sesuai dengan kewenangan dan kemampuannya.
2.
Pelaporan dan registrasi
Permenkes nomor 900/MENKES/SK/VII/2002
Pasal 2
(1) Pimpinan penyelenggaraan pendidikan bidan wajib menyampaikan
laporan secara tertulis kepada Kepala Dinas Kesehatan Propinsi mengenai peserta
didik yang baru lulus, selambat lambatnya 1 (satu) bulan setelah dinyatakan
lulus.
(2) Bentuk dan isi laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
tercantum dalam Formulir I terlampir.
·
Ketentuan untuk pelaporan
peserta didik yang baru lulus ke Dinas Kesehatan provinsi
·
Kewajiban untuk registrasi
bagi bidan yang baru lulus
·
Penerbitan SIB oleh kepala
Dinas Kesehatan Propinsi
·
Kewajiban untuk kepemilikan
SIB termasuk untuk Bidan luar negeri
·
Pembaharuan SIB
Permenkes nomor 1464/MENKES/PER/X/2010
·
Bidan dapat praktik mandiri
atau di fasilitas pelayanan kesehatan
·
Minimal pendidikan Bidan
adalah dIII kebidanan
·
Kewajiban memiliki SIKB
untuk Bidan yang bekerja di fasilitas pelayanan kesehatan
·
Kewajiban memiliki SIPB
untuk Bidan yang praktik mandiri
·
Kewajiban memiliki STR, SIKB
dan SIPB yang di keluarkan oleh pemerintah daerah kabupaten/Kota
·
Kewenangan Bidan untuk hanya
menjalankan praktik/ kerja paling banyak 1 tempat kerja dan 1 tempat praktik
·
Masa berlaku SIKB dan SIPB
Registrasi adalah
proses pendaftaran, pendokumentasian dan pengakuan terhadap bidan setelah
dinyatakan memenuhi minimal kompetensi inti atau standar penampilan minimal
yang ditetapkan sehingga secara fisik dan mental mampu melaksanakan praktik
profesinya.
Pasal 3
(1) Bidan yang baru lulus mengajukan permohonan dan mengirimkan
kelengkapan registrasi kepada Kepala Dinas Kesehatan Propinsi dimana institusi
pendidikan berada guna memperoleh SIB selambat-lambatnya 1 (satu) bulan setelah
menerima ijazah bidan.
(2) Kelengkapan registrasi sebagaimana dimaksud meliputi:
·
fotokopi Ijazah Bidan;
·
fotokopi Transkrip Nilai
Akademik
·
surat keterangan sehat dari
dokter
·
pas foto ukuran 4 x 6 cm
sebanyak 2 (dua) lembar
(3) Bentuk permohonan SIB sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
tercantum dalam Formulir II terlampir.
Pasal 4
(1) Kepala Dinas Kesehatan Propinsi atas nama Menteri Kesehatan
melakukan registrasi berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3
untuk menerbitkan SIB.
(2) SIB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikeluarkan oleh Kepala
Dinas Kesehatan Propinsi atas nama Menteri Kesehatan, dalam waktu selambat-lambatnya
1 (satu) bulan sejak permohonan diterima dan berlaku secara nasional.
(3) Bentuk dan isi SIB sebagaimana tercantum dalam Formulir III
terlampir.
Pasal 5
(1) Kepala Dinas Kesehatan Propinsi harus membuat pembukuan
registrasi mengenai SIB yang telah diterbitkan.
(2) Kepala Dinas Kesehatan Propinsi menyampaikan laporan secara
berkala kepada Menteri Kesehatan melalui Sekretariat Jenderal c.q Kepala Biro
Kepegawaian Departemen Kesehatan dengan tembusan kepada organisasi profesi
mengenai SIB yang telah diterbitkan untuk kemudian secara berkala akan
diterbitkan dalam buku registrasi nasional.
Pasal 6
(1) Bidan lulusan luar negeri wajib melakukan adaptasi untuk
melengkapi persyaratan mendapatkan SIB.
(2) Adaptasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan pada
sarana pendidikan yang terakreditasi yang ditunjuk pemerintah.
(3) Bidan yang telah menyelesaikan adaptasi diberikan surat
keterangan selesai adaptasi oleh pimpinan sarana pendidikan.
(4) Untuk melakukan adaptasi bidan mengajukan permohonan kepada
Kepala Dinas Kesehatan Propinsi.
(5) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dengan
melampirkan:
a.
Fotokopi Ijazah yang
telah dilegalisir oleh Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi;
b.
Fotokopi Transkrip
Nilai Akademik yang bersangkutan.
(6) Kepala Dinas Kesehatan Propinsi berdasarkan permohonan
sebagaimana dimaksud pada ayat (4) menerbitkan rekomendasi untuk melaksanakan
adaptasi.
(7) Bidan yang telah melaksanakan adaptasi, berlaku ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dan Pasal 4.
(8) Bentuk permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
sebagaimana tercantum dalam Formulir IV terlampir.
Pasal 7
(1) SIB berlaku selama 5 Tahun dan dapat diperbaharui serta
merupakan dasar untuk menerbitkan
SIPB.
(2) Perbaharuan SIB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan
kepada Kepala Dinas Kesehatan
Propinsi dimana bidan praktik dengan melampirkan antara lain:
a.
SIB yang telah habis
masa berlakunya
b.
Surat Keterangan sehat
dari dokter
c.
Pas foto ukuran 4 x 6
cm sebanyak 2 (dua) lembar.
3.
Masa bakti
Masa bakti bidan
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
4.
Wewenang bidan
Kepmenkes 900 tahun 2002
·
Pasal 14
Bidan dalam menjalankan
praktiknya berwenang untuk memberikan pelayanan yang meliputi:
a.
pelayanan kebidanan
b.
pelayanan keluarga berencana
c.
pelayanan kesehatan
masyarakat
·
pasal 15
a.
Pelayanan kebidanan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf a ditujukan kepada ibu dan anak.
b.
Pelayanan kepada ibu
diberikan pada masa pranikah, prahamil, masa kehamilan, masa persalinan, masa nifas,
menyusui, dan masa antara (periode interval).
c.
Pelayanan kebidanan kepada
anak diberikan pada masa bayi baru lahir, masa bayi, masa anak balita dan masa
pra sekolah.
·
Pasal 16
Pelayanan kebidanan
kepada ibu meliputi:
a.
penyuluhan dan konseling
b.
pemeriksaan fisik
c.
pelayanan antenatal pada
kehamilan normal
d.
pertolongan pada kehamilan
abnormal yang mencakup ibu hamil dengan abortus iminens, hiperemesis gravidarum
tingkat I, preeklamsi ringan dan anemi ringan
e.
pertolongan persalinan normal
f.
pertolongan persalinan
abnormal, yang mencakup letak sungsang, partus macet kepala di dasar panggul,
ketuban pecah dini (KPD) tanpa infeksi, perdarahan post partum, laserasi jalan
lahir, distosia karena inersia uteri primer, post term dan preterm
g.
pelayanan ibu nifas normal
h.
pelayanan ibu nifas abnormal
yang mencakup ratensio plasenta, renjatan, dan infeksi ringan
i.
pelayanan dan pengobatan
pada kelainan ginekologi yang meliputi keputihan, perdarahan tidak teratur dan
penundaan haid.
Pelayanan kebidanan kepada anak meliputi:
a. pemeriksaan bayi baru lahir
b. perawatan tali pusat
c. perawatan bayi
d. resusitasi pada bayi baru lahir
e. pemantauan tumbuh kembang anak
f. pemberian imunisasi
g. pemberian penyuluhan.
·
Pasal 17
Dalam keadaan tidak terdapat dokter yang berwenang pada
wilayah tersebut, bidan dapat memberikan pelayanan pengobatan pada penyakit
ringan bagi ibu dan anak sesuai dengan kemampuannya.
·
Pasal 18
Bidan dalam memberikan
pelayanan sebagaimana dimaskud dalam Pasal 16 berwenang untuk :
a.
memberikan imunisasi
b.
memberikan suntikan pada
penyulit kehamilan, persalinan, dan nifas
c.
mengeluarkan placenta secara
manual
d.
bimbingan senam hamil
e.
pengeluaran sisa jaringan konsepsi
f.
episiotomy
g.
penjahitan luka episiotomi
dan luka jalan lahir sampai tingkat II
h.
amniotomi pada pembukaan
serviks lebih dari 4 cm
i.
pemberian infuse
j.
pemberian suntikan
intramuskuler uterotonika, antibiotika, dan sedative
k.
kompresi bimanual
l.
versi ekstraksi gemelli pada
kelahiran bayi kedua dan seterusnya
m. vacum ekstraksi dengan kepala bayi di dasar panggul
n.
pengendalian anemi
o.
meningkatkan pemeliharaan
dan penggunaan air susu ibu
p.
resusitasi pada bayi baru
lahir dengan asfiksia
q.
penanganan hipotermi
r.
pemberian minum dengan
sonde/pipet
s.
pemberian obat-obat
terbatas, melalui lembaran permintaan obat sesuai dengan Formulir VI terlampir
t.
pemberian surat keterangan
kelahiran dan kematian.
·
Pasal 19
Bidan dalam memberikan pelayanan keluarga berencana
sebagaimana dimaksud dalam pasal 14 huruf b berwenang untuk:
a.
memberikan obat dan alat
kontrasepsi oral, suntikan, dan alat kontrasepsi dalam rahim, alat kontrasepsi
bawah kulit dan kondom
b.
memberikan penyuluhan/konseling
pemakaian kontrasepsi
c.
melakukan pencabutan alat
kontrasepsi dalam rahim
d.
melakukan pencabutan alat
kontrasepsi bawah kulit tanpa penyulit
e.
memberikan konseling untuk
pelayanan kebidanan, keluarga berencana dan kesehatan masyarakat.
·
Pasal 20
Bidan dalam memberikan pelayanan kesehatan, masyarakat
sebagaimana dimaskud dalam pasal 14 huruf c berwenang untuk :
a.
pembinaan peran serta
masyarakat dibidang kesehatan ibu dan anak
b.
memantau tumbuh kembang anak
c.
melaksanakan pelayanan
kebidanan komunitas
d.
melaksanakan deteksi dini,
melaksanakan petolongan pertama, merujuk dan memberikan penyuluhan Infeksi
Menular Seksual (IMS), penyalahgunaan Narkotika Psikotropika dan Zat Adiktif
lainnya (NAPZA) serta penyakit lainnya.
·
Pasal 21
a.
Dalam keadaan darurat bidan
berwenang melakukan pelayanan kebidanan selain kewenangan sebagaimana dimaksud
dalam pasal 14.
b.
Pelayanan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) ditujukan untuk penyelamatan jiwa.
5.
Pencatatan dan pelaporan
a. Kepmenkes RI NO. 1464/Menkes/X2010
Sebagaimana telah ditetapkan oleh Kepmenkes RI NO.
1464/Menkes/X2010 tentang izin dan penyelenggaraan praktik bidan pada bab VI
pasal 20 mengenai pencatatan dan pelaporan. Yang mana bunyi pasal tersebut
ialah :
·
Pasal 20
1)
Dalam melakukan tugasnya
bidan wajib melakukan pencatatan dan pelaporan sesuai dengan pelayanan yang
diberikan.
2)
Pelaporan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) ditujukan ke Puskesmas wilayah tempat praktik.
3)
Dikecualikan dari ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) untuk bidan yang bekerja di fasilitas
pelayanan kesehatan.
b. Kepmenkes RI NO. 900/Menkes/2002
Sebagaimana telah ditetapkan oleh Kepmenkes RI
NO.900/MENKES/2002 tentang Registrasi dan Praktik Bidan pada bab VI pasal
27 mengenai pencatatan dan pelaporan yang mana bunyi pasal tersebut ialah :
·
Pasal 27
1) Dalam melakukan tugasnya bidan wajib melakukan pencatatan dan
pelaporan sesuai dengan pelayanan yang diberikan.
2) Pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaporkan ke
puskesmas dan tembusan ke kepala dinas kesehatan kabupaten/kota setempat
3) Pencatatan dan pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
tercantum dalam lampiran IV keputusan ini.
6.
Pembinaan dan pengawasan
a.
Kepmenkes RI NO.
1464/Menkes/X2010
Kepmenkes RI NO. 1464/Menkes/X2010 tentang izin dan
penyelenggaraan praktek bidan pada Bab V pasal 20 sampai pasal 24 mengenai pembimbingan
dan pengawasan. Yang mana bunyi pasal tersebut ialah :
·
Pasal 20
1)
Pemerintah dan Pemerintah
Daerah melakukan pembinaan dan pengawasan dan mengikutsertakan organisasi
profesi.
2)
Pembinaan dan pengawasan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diarahkan untuk meningkatkan mutu pelayanan,
keselamatan pasien dan melindungi masyarakat terhadap segala kemungkinan yang
dapat menimbulkan bahaya bagi kesehatan.
·
Pasal 21
1)
Menteri, Pemerintah Daerah
Provinsi, Pemerintah Daerah Kabupaten / Kota melakukan pembinaan dan pengawasan
dengan mengikut sertakan Majelis Tenaga Kesehatan Indonesia, Majelis Tenaga
Kesehatan Provinsi, organisasi profesi dan asosiasi institusi pendidikan yang
bersangkutan.
2)
Pembinaan dan pengawasan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diarahkan untuk
meningkatkan mutu pelayanan, keselamatan pasien dan
melindungi masyarakat terhadap segala kemungkinan yang dapat
menimbulkan bahaya bagi kesehatan.
3)
Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten / Kota harus melaksanakan pembinaan dan pengawasan
penyelenggaraan praktik bidan.
4)
Dalam pelaksanaan tugas
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten /
Kota harus membuat pemetaan tenaga bidan praktik mandiri dan bidan
di desa serta menetapkan dokter puskesmas terdekat untuk pelaksanaan
tugas supervise terhadap bidan di wilayah tersebut.
·
Pasal 22
Pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan wajib melaporkan bidan
yang bekerja dan yang berhenti bekerja di fasilitas pelayanan
kesehatannya pada tiap triwulan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten / Kota
dengan tembusan kepada organisasi profesi.
·
Pasal 23
1) Dalam rangka pelaksanaan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 21, Menteri, pemerintah daerah provinsi, dan pemerintah daerah kabupaten
/ kota dapat memberikan tindakan administrative kepada bidan yang melakukan
pelanggaran terhadap ketentuan penyelenggaraan praktik dalam peraturan ini.
2) Tindakan administrative sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan melalui:
-
Teguran lisan
-
Teguran tertulis
-
Pencabutan SIKB / SIPB untuk
sementara paling lama 1 (satu) tahun
-
Pencabutan SIKB / SIPB
selamanya.
·
Pasal 24
1) Pemerintah daerah kabupaten / kota dapat memberikan sanksi berupa
rekomendasi pencabutan surat izin / STR kepada kepala dinas kesehatan provinsi
/ majelis tenaga kesehatan Indonesia ( MTKI ) terhadap bidan yang melakukan
praktek tanpa memiliki SIPB atau kerja tanpa memiliki SIKB sebagaimana dimaksud
dalam pasal 3 ayat ( 1 ) dan ( 2 )
2) Pemerintah daerah kabupaten / kota dapat mengenakan sanksi teguranlisan,
teguran sementara / tetap kepada pimpinan fasilitas pelayanan
kesehatan yang mempekerjakan bidan yang tidak mempunyai SIKB.
b. Kepmenkes RI NO.900/MENKES/SK/VII/2002
Kepmenkes RI NO. 900/Menkes/SK/VII/2002 tentang registrasi dan
praktek bidan pada Bab VIII pasal 31 sampai pasal 41 mengenai pembimbingan dan
pengawasan. Yang mana bunyi pasal tersebul ialah :
·
Pasal 31
1) Bidan wajib mengumpulkan sejumlah angka kredit yang besarnya
ditetapkan oleh organisasi profesi.
2) Angka kredit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikumpulkan dari
angka kegiatan pendidikan dan kegiatan ilmiah dan pengabdian masyarakat.
3) Jenis dan besarnya angka kredit dari masing-masing unsur
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan oleh organisasi profesi.
4) Organisasi profesi mempunyai kewajiban membimbing dan mendorong
para anggotanya untuk dapat mencapai angka kredit yang ditentukan.
·
Pasal 32
Pimpinan sarana kesehatan wajib melaporkan bidan yang melakukan
praktik dan yang berhenti melakukan praktik pada saran kesehatannya kepada
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dengan tembusan kepada organisasi
profesi.
·
Pasal 33
1) Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan/atau organisasi profesi
terkait melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap bidan yang melakukanpraktik
diwilayahnya.
2) Kegiatan pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dapat dilakukan melalui pemantauan yang hasilnya dibahas secara periodic sekurang-kurangnya
1 (satu) kali dalam 1(satu) tahun.
·
Pasal 34
Selama menjalankan praktik seorang Bidan wajib mentaati semua
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
·
Pasal 35
1) Bidan dalam melakukan praktik dilarang :
-
Menjalankan praktik apabila
tidak sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam izin praktik.
-
Melakukan perbuatan yang bertentangan
dengan standar profesi.
2) Bagi bidan yang memberikan pertolongan dalam keadaan darurat atau menjalankan
tugas didaerah terpencil yang tidak ada tenaga kesehatan lain, dikecualikan
dari larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) butir a.
·
Pasal 36
1) Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dapat memberikan peringatan lisan
atau tertulis kepada bidan yang melakukan pelanggaran terhadap keputusan ini.
2) Peringatan lisan atau tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) diberikan paling banyak 3 (tiga) kali dan apabila peringatan tersebut tidak
diindahkan, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dapat mencabut SIPB bidan
yang bersangkutan.
·
Pasal 37
Sebelum Keputusan pencabutan SIPB ditetapkan, Kepala Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota terlebih dahulu mendengar pertimbangan dari
Majelis Disiplin Tenaga Kesehatan (MDTK) atau Majelis Pembinaan dan Pengawasan
Etika Pelayanan Medis (MP2EPM) sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
·
Pasal 38
1) Keputusan pencabutan SIPB disampaikan kepada bidan yang
bersangkutan dalam waktu selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari terhitung
sejak keputusan ditetapkan.
2) Dalam Keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disebutkan lama
pencabutan SIPB.
3) Terhadap pencabutan SIPB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diajukan
keberatan kepada Kepala Dinas Kesehatan Propinsi dalam waktu 14 (empat
belas) hari setelah Keputusan diterima, apabila dalam waktu 14(empat belas)
hari tidak diajukan keberatan, maka keputusan tersebut dinyatakan mempunyai
kekuatan hukum tetap.
4) Kepala Dinas Kesehatan Propinsi memutuskan ditingkat pertama dan
terakhir semua keberatan mengenai pencabutan SIPB.
5) Sebelum prosedur keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditempuh,
Pengadilan Tata Usaha Negara tidak berwenang mengadili sengketa tersebut sesuai
dengan maksud Pasal 48 Undang undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Pengadilan
Tata Usaha Negara.
·
Pasal 39
Kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota melaporkan setiap
pencabutan SIPB kepada Kepala Dinas Kesehatan Propinsi setempat dengan
tembusan kepada organisasi profesi setempat.
·
Pasal 40
1) Dalam keadaan luar biasa untuk kepentingan nasional Menteri
Kesehatan dan/atau atas rekomendasi organisasi profesi dapat mencabut
untuk sementara SIPB bidan yang melanggar ketentuan
peraturan perundang - undangan yang berlaku
2) Pencabutan izin sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
selanjutnya diproses sesuai dengan ketentuan keputusan ini.
·
Pasal 41
1) Dalam rangka pembinaan dan pengawasan, Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota dapat membentuk Tim/Panitia yang bertugas melakukan pemantauan
pelaksanaan praktik bidan di wilayahnya.
2) Tim/Panitia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari unsur
pemerintah, Ikatan Bidan Indonesia dan profesi kesehatan terkait lainnya.
7.
Ketentuan pidana
a.
Kepmenkes RI
NO.900/MENKES/SK/VII/2002
Kepmenkes RI NO. 900/Menkes/SK/VII/2002 tentang registrasi dan
praktek bidan pada Bab IX pasal 42 sampai pasal 44 mengenai ketentuan pidana
yang mana bunyi pasal tersebul ialah :
·
Pasal 42
Bidan yang dengan
sengaja :
1)
Melakukan praktik kebidanan
tanpa mendapat pengakuan / adaptasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal
6 dan/atau
2)
Melakukan praktik kebidanan
tanpa izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9
3)
Melakukan praktik kebidanan
tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1)
ayat (2); dipidana sesuai ketentuan Pasal 35 Peraturan Pemerintah Nomor 32
Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan.
·
Pasal 43
Pimpinan sarana pelayanan kesehatan yang tidak melaporkan bidan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 dan/atau mempekerjakan bidan yang tidak
mempunyai izin praktik dapat dikenakan sanksi pidana sesuai ketentuan
Pasal 35 Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga
Kesehatan.
·
Pasal 44
1)
Dengan tidak mengurangi
sanksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42. Bidan yang melakukan pelanggaran
terhadap ketentuan yang diatur dalam keputusan ini dapat dikenakan tindakan
disiplin berupa teguran lisan, teguran tertulis sampai dengan pencabutan
izin.
2)
Pengambilan tindakan
disiplin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
8.
Ketentuan peralihan tentang
surat tugas dan izin praktek
a.
Kepmenkes RI NO.
1464/Menkes/X2010 tentang izin dan penyelenggaraan praktek bidan pada Bab VI
pasal 25 sampai pasal 28 mengenai ketentuan peralihan tentang surat penugasan
dan ijin praktek. Yang mana bunyi pasal tersebul ialah :
·
Pasal 25
1)
Bidan yang telah mempunyai
SIPB berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 900 / Menkes /
SK/VII/2002 tentang Registrasi dan Praktik Bidan dan Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor HK.02.02/Menkes/149/1/2010 tentang Izin dan Penyelenggaraan
Praktik Bidan dinyatakan telah memiliki SIPB berdasarkan Peraturan ini
sampai dengan masa berlakunya berakhir.
2)
Bidan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) harus memperbaharui SIPB apabila Surat Izin Bidan yang bersangkutan
telah habis jangka waktunya berdasarkan peraturan ini.
·
Pasal 26
Apabila Majelis Tenaga Kesehatan Indonesia (MTKI) dan Majelis
Tenaga Kesehatan Provinsi (MTKP) belum dibentuk dan / atau belum dapat
melaksanakan tugasnya. Maka registrasi bidan dilaksanakan sesuai
dengan ketentuan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 900/Menkes/SK/VII/2002
tentang Registrasi dan Praktik Bidan.
·
Pasal 27
Bidan yang telah melaksanakan kerja di fasilitas pelayanan
kesehatan sebelum ditetapkan peraturan ini harus memiliki SIKB berdasarkan peraturan
ini paling selambat-lambatnya 1 (satu) tahun sejak peraturan ini ditetapkan.
·
Pasal 28
Bidan yang berpendidikan di bawah Diploma III (D III) Kebidanan
yang menjalankan praktik mandiri harus menyesuaikan dengan ketentuan peraturan
ini selambat-lambatnya 5 (lima) tahun sejak peraturan ini ditetapkan.
b. Kepmenkes RI NO.900/MENKES/SK/VII/2002
Kepmenkes RI NO. 900/Menkes/SK/VII/2002 tentang
registrasi dan praktek bidan pada Bab XI pasal 45 mengenai ketentuan perlihan
yang mana bunyi pasal tersebul ialah :
·
Pasal 45
1) Bidan yang tidak mempunyai surat penugasan dan SIPB berdasarkan
Peraturan Mentri Kesehatan no 572/Menkes/Per/VI/1996 tentang registrasi dan
praktek bidan dianggap telah memiliki SIB dan SIPB berdasarkan ketentuan.
2) SIB dan SIPB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku selama 5
(lima) tahun dan apabila telah habis maka masa berlakunya dapat di perbaharui
sesuai ketentuan keputusan ini.