Peran dan Fungsi Majelis Pertimbangan Kode Etik
a. Pengertian peran
Peranan berasal dari kata peran, berarti sesuatu yang menjadi
bagian atau memegang pimpinan yang terutama. Perilaku individu dalam
kesehariannya hidup bermasyarakat berhubungan erat dengan peran. Karena peran
mengandung hal dan kewajiban yang harus dijalani seorang individu dalam
bermasyarakat. Sebuah peran harus dijalankan sesuai dengan norma-norma yang
berlaku juga di masyarakat. Seorang individu akan terlihat status
sosialnya hanya dari peran yang dijalankan dalam kesehariannya.
Pengertian peran menurut
para ahli :
1. SOEKANTO ( 1990 : 268 )
Peran adalah aspek dinamis dari kedudukan (status). Apabila
seseorang melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya maka dia
menjalankan suatu peran
2. R. LINTON
Peran adalah the dynamic aspect of status. Dengan kata lain
seseorang menjalankan perannya sesuai hak dan kewajibannya
3. MERTON
Pelengkap hubungan peran yang dimiliki seseorang karena
meduduki status sosial tertentu
4. KING
Peran merupakan seperangkat perilaku yang diharapkan dari orang
yang memiliki posisi dalam sistem sosial
5. PALAN
Peran adalah merujuk pada hal yang harus dijalankan seseorang
di dalam sebuah tim
Pengertian majelis
etika profesi merupakan badan perlindungan hukum terhadap para bidan
sehubungan dengan adanya tuntutan dari klien akibat pelayanan yang diberikan
dan tidak melakukan indikasi penyimpangan hukum. Realisasi Majelis Etika
Profesi Bidan (MPEB) Majelis Pembelaan Anggota (MPA). Latar belakang
dibentuknya Majelis Pertimbangan Etika Bidan atau MPEB adalah adanya unsur –
unsur pihak – pihak terkait :
1. Pemeriksa pelayanan untuk pasien
2. Sarana pelayanan kesehatan
3. Tenaga pemberi pelayanan yaitu bidan
Majelis Pertimbangan
Etika Profesi di Indonesia adalah Majelis Pembinaan dan Pengawasan Etik
Pelayanan Medis sesuai :
1. Kepmenkes RI No. 554/Menkes/Per/XII/1982
Memberikan pertimbangan, pembinaan dan melaksanakan pengawasan
terhadap semua profesi tenaga kesehatan dan sarana pelayanan medis.
2. Peraturan Pemerintah No. 1 Tahun 1988 Bab V Pasal 11
Pembinaan dan pengawasan terhadap dokter, dokter gigi dan
tenaga kesehatan dalam menjalankan profesinya dilakukan oleh Menteri Kesehatan
atau pejabat yang ditunjuk.
3. Surat Keputusan Menteri Kesehatan No. 640/Menkes/Per/X/1991, tentang
Pembentukan MP2EPM.
Dasar Majelus Disiplin
Tenaga kesehatan (MDTK), adalah sebagai berikut :
·
Pasal 4 ayat 1 UUD 1945
·
Undang-undang No. 23 Tahun
1992 tentang Kesehatan
·
Keputusan Presiden Tahun1995
tentang pembentukan MDTK
b.
Fungsi majelis pertimbangan
Tugas dan wewenang MP2EPM wilayah provinsi menurut peraturan
Menkes RI No. 640/Menkes/Per/X/1991 dalam buku Sholeh Soeaidy, S.H yang
berjudul Himpunan Peraturan Kesehatan.
1. MP2EPM Propinsi bertugas :
a) Menerima dan memberi pertimbangan tentang persoalan dalam bidang
etik profesi tenaga kesehatan di wilayahnya kepada Kepala Kantor Wilayah
Departemen Kesehatan Provinsi.
b) Mengawasi pelaksanaan kode etik profesi tenaga kesehatan dalam
wilayahnya.
c) Mengadakan konsultasi dengan instansi penegak hukum dan instansi
lain yang berkaitan pada tingkat provinsi.
d) Memberi nasehat kepada para anggota profesi tenaga kesehatan .
e) Membina, mengembangkan dan mengawasi secara aktif kode etik
profesi tenaga kesehatan dalam wilayahnya bekerja sama dengan Ikatan Dokter
Indonesia, Persatuan Dokter Gigi Indonesia, Persatuan Perawat nasional
Indonesia, Ikatan Bidan Indonesia, Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia,
Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia.
f) Memberi pertimbangan dan saran kepada pejabat yang berwenang di
bidang kesehatan dalam wilayah provinsi.
2. MP2EPM provinsi atas nama Kepala Kantor Wilayah Departemen
Kesehtan Provinsi berwenang memanggil mereka yang bersangkutan dalam suatu
persoalan etik profesi tenaga kesehatan untuk diminta keterangannya dengan
pemberitahuan pada Kepala Kantor Wilayah Departemen Kesehatan Propinsi dan
kepala Dinas Kesehatan Propinsi.
Tugas dan wewenang MP2EPM wilayah Pusat, yaitu :
a) Memberi pertimbangan tentang etik dan standar profesi tenaga
kesehatan kepada menteri.
b) Membina, mengembangkan dan mengawasi secara aktif pelaksanaan kode
etik Kedokteran Indonesia, Kode Etik Kedokteran Gigi Indonesia, Kode Etik
Perawat Indonesia, Kode Etik Bidan Indonesia, Kode Etik sarjana Farmasi
Indonesia dan Kode Etik Rumah Sakit Indonesia.
c) Memberi pertimbangan dan usul kepada pejabat yang berwenang di
bidang kesehatan dan hukum yang menyangkut kesehatan dan kedokteran.
d) Menyelesaikan persoalan yang tidak dapat diselesaikan oleh MP2EPM
Propinsi.
e) Menerima rujukan dalam menangani permasalahan pelanggaran etik profesi
tenaga kesehatan.
f) Mengadakan konsultasi dengan instansi penegak hukum dan instansi
lain yang berkaitan.
Majelis Disiplin Tenaga Kesehatan
Dalam buku Heny Puji
Wahyuningsih dituliskan:
a) Dasar pembentukan majelis Disiplin Tenaga Kesehatan (MDTK) adalah
sebagai berikut :
·
Pasal 4 ayat 1 UUD 1945.
·
Undang – undang No. 23 Tahun
1992 tentang Kesehatan.
·
Keputusan Presiden Tahun
1995 tentang pembentukan MDTK.
b) Tugas Majelis Disiplin Tenaga Kesehatan (MDTK) adalah meneliti dan
menentukan ada atau tidaknya kesalahan atau kelalaian dalam menerapkan standar
profesi yang dilakukan oleh tenaga kesehatan dalam memberikan pelayanan
kesehatan.
Majelis
etika profesi bidan
Salah satu keputusan Kongres Nasional IBI ke XII di Propinsi
Bali tanggal 24 September 1998 adalah kesepakatan agar dalam lingkungan
kepengurusan organisasi IBI perlu dibentuk :
1) Majelis petimbangan Etika Bidan (MPEB)
2) Majelis Peradilan profesi ( MPA)
Pelaksanaan
tugas bidan dibatasi oleh norma, etika dan agama. Tetapi apabila ada kesalahan
dan menimbulkan konflik etik maka diperlukan wadah untuk
menntukan standar profesi, prosedur yang baku dan kode etik yang di sepakati. Maka
perlu di bentuk Majelis Etika Bidan yaitu MPEB dan MPA.
Tujuan dibentuknya
Majelis Etika Bidan adalah untuk memberikan perlindungan yang seimbang dan
objektif kepada bidan dan penerima pelayanan. Tugas Majelis Etika Kebidanan
adalah meneliti dan menentukan ada dan tidaknya kesalahan atau kelalaian dalam
menerapkan standar profesi yang dilakukan oleh bidan
Lingkup Majelis Etika Kebidanan meliputi :
1) Melakukan peningkatan fungsi pengetahuan sesuai standar profesi
pelayanan bidan(kepmenkes No.900/Menkes/SK/VII/Tahun 2002
2) Melakukan supervise lapangan termasuk tentang teknis dan
pelaksanaan praktik, termasuk penyimpangan yang terjadi. Apakah pelaksanaan
praktik bidan sesuai denagan Standart Praktik Bidan, Standart Profesi dan
Standart Pelayanan Kebidanan, juga batas-batas kewenangan bidan.
3) Membuat pertimbangan bila terjadi kasus-kasus dalam praktik
kebidanan
4) Melakukan pembinaan dan pelatihan tentang kesehatan khususnya yang
berkaitan atau melandasi praktik biadan.
Pengorganisasian majelis etik kebidanan adalah sebagai berikut:
1) Majelis etik kebidanan merupakan lembaga organisai yang mandiri,
otonom dan non structural.
2) Majelis etik kebidanan dibentuk ditingkat propinsi dan pusat
3) Majelis etik kebidanan pusat berkedudukan di ibukota negara dan
majelis etik kebidanan propinsi berkedudukan di ibu kota propinsi.
4) Majelis etik kebidanan pusat dan propinsi dibantu oleh sekretaris
5) Jumlah anggota masing-masing terdiri dari lima orang
6) Masa bakti anggota majelis etik kebidanan selam tiga tahun dan
sesudahnya jika berdasarkan evaluasi masih memenuhi ketentuan yang berlaku maka
anggota tersebut dapat dipilih kembali
7) Anggota majelis etik kebidanan diangkat dan diberhentikan oleh
menteri kesehatan
8) Susunan organisasi majelis etik kebidanan tediri dari:
·
Ketua dengan kualifikasi
mempunyai kompetensi tambahan dibidang hukum
·
Sekretaris merangkap anggota
·
Anggota majelis etik bidan
Tugas majelis etik kebidanan adalah sebagai berikut:
1) Meneliti dan menentukan ada tidaknya kesalahan atau kelalaian
dalam menerapkan standart profesi yang dilakukan oleh bidan
2) Penilaian didasarkan atas permintaan pejabat, pasien dan keluarga
yang dirugikan oleh pelayanan kebidanan
3) Permohonan secara tertulis dan disertai data-data
4) Keputusan tingakt propinsi bersifat final dan bisa konsul ke
majelis etik kebidanan pada tingkat pusat
5) Sidang majelis etik kebidanan paling lambat tujuh hari setelah
diterima pengaduan. pelaksanaan sidang menghadirkan dan meminta keterangan dari
bidan dan saksi-saksi
6) Keputusan paling lambat 60 hari dan kemudian disampaikan secara
tertulis kepada pejabat yang berwewenang
7) Biaya dibebankan pada anggaran pimpinan pusat IBI atau pimpinan
daerah IBI ditingkat propinsi
Dalam pelaksanaanya
dilapangan sekarangan ini bahwa organisasi profesi bidan IBI, telah melantik
MPEB (Pertimbangan Etika Bidan) dan MPA (Majelis Pembelaan Anggota) namun dalam
pelaksanaanya belum terealisasi dengan baik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar